Selasa, 16 September 2008

Opini Islam

Menyemai Islam yang Indonesiawi

OLEH: ZUHAIRI MISRAWI

Intelektual Muda NU, Alumnus Universitas al-Azhar Kairo- Mesir; Koordinator Jaringan Islam Emansipatoris; dan Pimred Jurnal PERSPEKTIF PROGRESIF.
FASILITAS

Ledakan bom di Kramat Jati, Jakarta Timur, beberapa hari lalu menyisakan kegelisahan. Kendatipun bom yang diledakkan M Nuh masuk dalam kategori kecil, peristiwa tersebut tetap merupakan pesan dan simbol anti-Amerika.
Pertanyaannya, apakah sikap ekstrem dengan merakit dan meledakkan bom di tempat-tempat umum, yang memakan korban sebagian besar adalah umat seagama dan sebangsa, dapat dibenarkan?

Tentu saja, secara otomatis kita semua akan memberikan jawaban bahwa tidak sepatutnya seorang yang memahami ajaran agama dengan baik dan benar melakukan tindakan teror dan aksi kekerasan lainnya.
Masalah utama yang perlu mendapat perhatian dari pelbagai pihak adalah fenomena menguatnya ekstremisme. Khaled Abou el-Fadl dalam The Great Theft: Wrestling Islam from the Extremists menuturkan bahwa gerakan ekstremis yang berbasis agama makin menguat. Kendatipun jumlah mereka relatif sedikit, tetapi mereka mempunyai pengaruh yang cukup besar.
Moderatisme vs ekstremisme
Secara sosiologis, sikap ekstrem yang dilakukan oleh sebagian kelompok tidak semata-mata merupakan dorongan agama, melainkan mempunyai akar-akar sosiologis. Yang paling kentara adalah faktor modernitas yang melahirkan pseudoliberalisasi, yaitu liberalisasi yang makin menyengsarakan rakyat. Ada agenda tersembunyi di balik liberalisasi yang tidak sejalan dengan visi dan misi agama untuk pembebasan dan keberpihakan terhadap mereka yang miskin. Karena itu, menurut Khaled, sikap ekstremis merupakan sebuah sikap perlawanan terhadap modernitas.
Di samping itu, munculnya ekstremisme berkaitan dengan arus besar indoktrinisasi faham keagamaan yang bernuansa kekerasan, seperti faham bunuh diri dan terorisme. Di era teknologi ini, pengaruh-pengaruh luar amat mudah diakses oleh publik di Tanah Air. Akibatnya, faham keagamaan yang bernuansa kekerasan makin mudah memengaruhi mereka yang tidak mempunyai faham keagamaan yang mendalam.
Di sini dalam konteks keindonesiaan diperlukan pemikiran besar, terutama dalam rangka merancang-bangun keberagamaan moderat yang bersumber dari teks-teks keagamaan yang mampu menyesuaikan diri dengan konteks dan lokalitas. Faham keagamaan yang mempunyai orientasi pada kemanusiaan dan moralitas.
Muhammad Thahir bin ’Asyur dalam Maqâshid al-Syarî'ah menyatakan bahwa upaya mewujudkan kehidupan yang adil dan damai merupakan tujuan utama dari agama, terutama Islam.
Dalam hal ini, praktik keagamaan kalangan Muslim Indonesia sesungguhnya mempunyai keistimewaan tersendiri dalam rangka membangun keberagamaan yang moderat, serta menolak ekstremisme. Adanya kontrak politik di antara umat Muslim dengan umat-umat agama lain dalam Pancasila dan UUD 1945 menunjukkan salah satu bukti kuatnya sikap moderat, terutama dalam rangka membangun kebersamaan di tengah kebhinnekaan. Di sinilah masyarakat Muslim Indonesia mempunyai kekhasan tersendiri, terutama bila dibandingkan dengan masyarakat Muslim di negara lainnya.
Karenanya, sikap moderat mempunyai tujuan yang amat mulia untuk membangun toleransi dan kebersamaan. Tentu saja, yang masih harus diperjuangkan secara terus-menerus adalah memperkecil volume kebencian dan kekerasan antara sesama anak bangsa.
Indonesiawi
Dalam konteks kebangsaan, kita semua mempunyai tanggung jawab yang amat berat agar capaian-capaian yang telah diraih oleh para pendiri bangsa ini dapat terus dipelihara. Di sinilah arti penting prinsip, menjaga masa lalu yang sudah baik, dan mengambil hal-hal masa kini yang lebih baik. Khazanah masa lalu berupa keislaman yang indonesiawi sebagaimana diwariskan para pendahulu kita harus dijadikan sebagai modal untuk mempererat kebangsaan dan menjunjung tinggi kemanusiaan.
Dalam kurun waktu yang cukup panjang, bangsa ini bisa hidup damai dalam kebhinnekaan. Karena itu, jalan untuk menyemai hidup damai dalam pluralitas tersebut adalah mengembangkan faham keagamaan yang bernuansa moderatisme dan mengubur faham keagamaan yang bernuansa ekstremisme. Apalagi sebagian besar, kalangan Muslim Indonesia, adalah moderat, maka modal ke arah itu sangat besar. www.kompas.com
http://www.islamemansipatoris.com/artikel.php?id=558



Tidak ada komentar:

Humanity First-Serving Mankind